Selasa, 23 Februari 2010

Challenging Heroes

Diskomfest 2 Suguhkan Hasil Karya Desainer Jogja
(liputan by trulyjogja.com)

Aneka macam desain visual yang kreatif dan penuh ide segar kali ini menambah keramaian berbagai pameran di penghujung tahun. Salah satunya pameran Diskomfest 2 (desain komunikasi festival) yang digelar di Gedung E Benteng Vredeburg kali ini mengambil tema "Challenging Heroes". Pameran desain komunikasi visual yang ke-2 ini dihiasi dengan bermacam jenis karya. Mulai dari poster, komik, ilustrasi hingga film animasi juga dimunculkan dalam pameran kali ini. Karya tersebut masing-masing memiliki tema dan diapresiasikan dalam berbagai macam jenis desain visual yang menarik. Sekitar lebih dari 300 buah karya ikut ambil bagian, dan tervisualisasikan dalam berbagai macam jenis media. Baik cetak, grafis komputer maupun penggunaan instalasi digunakan sebagai media berekspresi.

Tak hanya peserta dari Jogja, di pameran ini tampak pula karya-karya milik perserta yang berasal dari luar Jogja. Mereka antara lain berdomisili di Jakarta, Malang, dan Solo. Walau bervariasi, namun kebanyakan dari mereka menampilkan karya yang berupa poster dan ilustrasi. Tidak berhenti di situ saja. Para pelajar rupanya juga diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian di Diskomfest kali ini. Hasil karya dari pelajar SMU se-Jogja, selain dipajang untuk dipamerkan, juga akan dilombakan untuk beberapa kategori. Dilihat dari karyanya, para pelajar SMU ini juga tak bisa dikatakan kalah bersaing dengan karya-karya dari peserta lain yang kebanyakan adalah para mahasiswa. Selain pameran, diadakan pula Seminar dan Creative Sharing dengan menyuguhkan berbagai tema-tema kreatif dalam dunia desain komunikasi visual dan periklanan. Workshop animasi grafis dan film kartun juga diselenggarakan untuk meramaikan Diskomfest 2. Sebagai pelengkap, bazaar buku dari bermacam percetakan siap sedia di halaman tengah benteng Vredeburg untuk menampung keingintahuan dari para pengunjung. Pameran yang berlangsung sampai dengan tanggal 9 Desember ini, akan ditutup dengan berbagai hiburan dari berbagai band dan juga pembacaan pemenang award tingkat pelajar SMU se-Jogja di plaza Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.


Kamis, 18 Februari 2010

See the sound exhibition di akhir tahun 2009

MUSIK : UNIVERSALITAS DALAM NADA DAN IRAMA


Sebuah mobil sporty pelan melintas. Meski kaca mobil tertutup rapat, “jedhag – jedhug”, musiknya terdengar dari luar. Si pengemudi, anak muda, sendirian lagi, kepalanya terangguk – angguk tak hneti – hentinya ikuti irama music, mirip burung Kakatua sehabis mnyantap pisang dan kates jingga. Sementara di pinggir trotoar, pengemis renta juga bermusik, namun melalui bunyi keroncongan perut yang jarang terisi. “ Musik itu bisa bunyi – bisa suara, musik itu bernada dan berirama”, begitu kata Pak Roeman saat mengajar mata kuliah Apresiasi Seni Musik di ASRI Gampingan 1976. Anak muda yang gigih mengangguk – angguk adalah penikmat music, dan pengemis renta yang perutnya keroncongan adalah penderita musik.
Musik itu universal”, ucap Om Adhi MS dalam wawancara televise saat mendirikan Twlight Orchestra 1992, “Musik mampu melintas batas ras, bangsa, suku, generasi, usia, jenis kelamin.” Bayti umur 2 bulan sudah bisatertawa menikmati bunyi “icik – icik” mainan penghibur bayi, ataupun dentang – dentang alunan music dari mainan putar boneka keci; pebalet. Remaja generasi Pak Dhe tatkala remaja dulu: The Beatles (1962- 1970). Minat anak muda Indonesia terhadap music klasik barat abad 17 – 18 makin meningkat saja akhir – akhir ini.
Musik mampu member inspirasi tentang banyak hal yang terkait dengan kehidupan manusia: tentang kebaikan, perdamaian, semangat hidup, perjuangan keadilan, kenangan, masa silam, harapan masa depan, khayalan, puja- puji keagamaan, dan sebagainya. Lagu anak – anak “ Bintang Kecil “ , Ibu Kasur, 1955, member inspirasi daya khayal dan wawasan sederhana tentang diri, langit, dan bintang sebagai kesatuan alam. Lagu “Imagine” , John Lennon, 1978, member inspirasi tentang kemanusiaam dan perdamaia. Lima tahun sebelum Neil Amstrong da Apollo 11 mendarat di bulan, pada tahun 1969, Ernie Djohan – penyanyi poip asal Minang – telah “mendahului sampai rembulan” melalui lagu “ Tamasya ke Bulan”. Apakah Ernie Djohan telah member inspirasi semangat antariksa kepada astronaut USA sehingga sukses menjejakkan kakinyadi bulan? Sepertinya terlalu jauh nyambungnya……tapi siapa tahu?

MUSIK: INSPIRASI DALAM KEHIDUPAN
Setiap orang, apalagi yang berkiprah di jalur kreatif, senantiasa ingin berkarya. Dorongan ini ada karena pada dasarnya manusia memiliki daya imajinasi, daya fantasi, serta daya kreasi, dengan tingkatan kadar yang saling beda. Dengan berkarya, diri dapat teraktualisasi. Melaui karya, diribia member sumbangsih nilai – nilai positif bagi sesame insane, lingkungan, alam, juga mungkin bias menginspirasi orang lain untuk berbuat, berkipraj, berkarya dengan sikap dan cara masing – masing. Sesederhana apapun, diri masing – masing ingin berkiprah semampunya .

Seorang pengamen setengah gagu dengan busana rapi beraksi di bus Sumber Kencono jalur Surabaya – Jogja. Berbekal kemampuan nyanyi pas – pasan dengan jenis suara “bindheng” dan beralat musik “perkusi” tepuk tangan saja, ia mendapat apresiasi sebagian penumpang bus yang nampaknya memaklumi keterbatasan vokal dan musiknya. Kesuksesannya menginspirasi pengamen lain yang agak idiot, tanpa alat bunyi – bunyian appaun, tanpa tepuk tangan sedikitpun, hanya berbekal pura- pura gagu menggumam – gumam tak jelas seakan lantunan lirik lagu yang juga tak popular – disertai senjata andalannya : pakaian sangat kumuh, badan bau, dan bibir senantiasa teteskan air lius. Keduanya cukup berhasil meraup koin penumpang bus yang dermawan. Yang pertama (setengah gagu, rapi) mendapat koin atas dasar belas kasih murni. Yang kedua (pura- pura gagu, kumuh, bau) mendapat koin atas dasar rasa jijik. Namun setidaknya dengan kemampuan sangat terbataspun, keduanya masih berupaya cukup gigih “berkreasi”, dan mudah – mudahan koin yang didapat dipergunakan untuk hal – hal yang bermanfaat, misal ikut serta nyemplungi Koin Peduli Prita….

MUSIK : INSPIRASI DALAM BERKARYA

Bagi insane DKV, musik dan nirmana (desain elelmenter) ibarat saling bersebelahan dipegang tangan. Keduanya cukup banyak memiliki kesamaan unsure, seperti value (tingkatan, tangga), irama (laras, kontras), repetisi (irama laras monoton, tunggal), interval (rapat, renggang), unity (kesatuan unsure). Selanjutnya dalam proses aplikasikarya gambar, desain grafis, dkv, ada pula kesamaan lanjut, seperti aspek pola komposisi (pola dasar tata unsure), corak, gaya, aliran. Semua unsure dan aspek tersebut baru bisa dijalankan atau diolah secara terpadu dan harmonis bila dihadirkan satu aspek inti yang lebih mendasar dan selalu mengawali proses berkarya, yakni gagasan kreatif. Ibarat konser musik, alat musik sudah disiapkan, sound system sudah dihidupkan, tata lighting sudah dinyalakan, pemusik sudah memegang alat, tinggal “jreng”. Namun tanpa keputusan gagasan tentang pilihan tema musik / lirik, urutan lagu, corak musik, komposisi permainan, gaya tampilan, maka niscaya pemusik akan bermain sendiri – sendiri tanpa kesatuan dan harmoni.

Gagasan kreatif, dari dua aspek: gagasan dan kretifitas. Ya, dengan dua aspek penting inilah sebuah karya dapat tersaji sesuai harapan (laras, indah, unik, menarik, dramatik, ataupun satirstik). Oleh karenanyalah muncul istilah “insane seni, insane kreatif”, seperti yang diungkapkan Pak Usmar Ismail pada acara pembukaan FFI di Jakarta 1974. Lazimnya, manusia punya keterbatasan diri. Gagasan dan kreativitas hidup dengan daya, dan yang namanya daya terkadang kurang lancer, terkadang seret, bahkan mampet. Bila keadaan sedang seperti ini, berbagai cara akan dilakukan untuk melancarkan munculnya inspirasi gagasan kreatif. Jaman ASRI Gampingan dulu, ada insan seni yang merenung – renung di bawah pohon beringin depan perpustakaan, ada yang naik towerair kampus, ada yang nongkrong bengong di teras warung Bu Marto samping Galeri Amri Yahya, atau nongkrong tengah malam di angkring kopi Mbah Wongso perempatan Wirbrajan berjam – jam bahkan lanjut malam – malam berikutnya. “Cari inspirasi….cari ide”, demikian alasan mereka sembari menerawang kosong langit kelam tak berbintang. Aapakah inspirasi lantas turun dan ide lantas muncul? Belum tentu…
Yang kurang terbiasa nongkrong, lebih suka ditemani radio dua band atau kaset tape dengan speaker cap gentong. Ada lagi ini, cari inspirasi dengan rajin jalan – jalan setiap senja – asal pas tidak hujan deras- jalur Wirobrajan – Mlioboro pp, dan insane ini cukup luar biasa apresiasi musiknya, mungkin didapat dari musik yang dilantunkan dari setiap took yang dilewatinya sepanjang 2 km selama bertahun – tahun. Ternyata cukup susah juga ya..menunggu turunnya wangsit, “ilham”, bisikan hati, atau apapun istilahnya.

Itu dulu...sekarang beda jaman, beda cara, beda gaya. Dulu musik cap gentong, kini MP3. Dulu PilPen (pilihan lagu pendengar radio), sekarang teleRequest radio dan TV lewat telpon dan HP. Seperti biasa, selalu ada perkembangan…Musik bukan seledar pemancing turunnya inspirasi, juga bukan sekedar pengiring atau pendamping proses berkreasi visual, namun ternyata bisa sebagai INSPIRASI itu sendiri, dengan kata lain musik sebagai sumber inspirasi . Dalam hal ini musik dan aspek musical diolahkreasikan sebagai konstruksi utama gagasan visual, sedangkan tema yang diangkat bisa apa saja yang terkait dengan aspek kehidupan manusia. Upaya semacam ini dalam bentuk sederhana pernah dicobalkukan anatar tahun 1973 – 1978 oleh kelompok kolaborasi ASRI – AMI dalam bentuk karya non dialog Teater Rupa – Musik yang memadukan aspek Nirmana, musikal dan teatrikal. Dalam masa yang hampir sama, kelompok musik “Soekar Madjoe” ASRI yang menyadari keterbatasan kemampuan bermusiknya (ditengah jaman penyanyi dan pemusik berpenampilan dadndan rapi, necis) dengan amat “pe de” berani tampil nyentrik, “aeng”, warna – warni no- matching, meriah, kadang lucu, namun tidak “saru” seperti kelompok musik Hadi Suseno. Tampilan nyentrik “aeng” tetap berusaha dilaraskan dengan tema musik / lirik, dengan “suasana“ lagu yang dimainkan.

Musik sebagai sumber inspirasi visual, dimungkinkan oleh adanya universalitas dan kesamaan unsure dasar musik dan nirmana. Karena musik itu abstrak (tak berwujud penampakan) maka olah visualnya cukup banyak menggunakan metode simbolisasi dan metafora, agar makna yang juga abstrak dapat tersampaikan. Sementara….kehidupan di alam fana dunia ini, alam baka, alam surga nanti, sesungguhnya – wahai manusia- penuh dengan simbol dan metafor bagi kita yang masih hidup ini.
Nah, sepertinya sudah mulai nyambung sekarang….
See The Sound

Asnar Zacky



Motion by Riyo R. dan Riswanto
Music by Ijal

Rabu, 17 Februari 2010

Keluarga besar studio diskom

UKM YANG BESAR KARENA BERDIKARI

Studio diskom? sumber ide, tempat sejumlah mahasiswa menaruh cat dan alat perang nya untuk Diskomfest (Festival Desain Komunikasi Visual), lebur dan larut bersama dalam nuansa kreatif sebuah kesederhanaan. Studio diskom adalah sebuah rumah yang menaungi segala bentuk karya cipta mahasiswa DKV ISI Yogyakarta. Seperti yang telah saya kutip dalam situs wikipedia, Desain Komunikasi Visual (DKV) atau yang akrab dengan sebutan Deskomvis ini pada dasarnya merupakan istilah penggambaran untuk proses pengolahan media dalam berkomunikasi mengenai pengungkapan ide atau penyampaian informasi yang bisa terbaca atau terlihat. Desain Komunikasi Visual erat kaitannya dengan penggunaan tanda-tanda (signs), gambar (drawing), lambang dan simbol, ilmu dalam penulisan huruf (tipografi), ilustrasi dan warna yang kesemuanya berkaitan dengan indera penglihatan. Luas sekali dan memang itulah dunia kami. Karna itu semua membuat kami berkelompok, ada sebuah komunitas pencinta Ilustrasi manual, pencinta film, pencinta komik, pencinta fotografi dan lain sebagainya. Segala macam perbedaan tadi memiliki sebuah rumah kecil dan sederhana, dan itulah STUDIO DISKOM. Telah banyak beberapa UKM yang besar dan aktif dalam lingkungan DKV ISI Yogyakarta, diantaranya, COMIC CLUB yang telah memiliki produk komik yang bernama "disko", komunitas Audio Visual HOMPIPA, komunitas ilustrasi manual DDF (Diskom Drawing Foundation), komunitas fotografi "TITIK API",majalah kompilasi ilustrasi manual seperti KOMPLIKAZINE, dan masih banyak keanekaragaman yang terdapat di studio diskom. Mereka adalah komunitas yang berdikari, semua terlahir karna satu visi dan misi yang sama. Yaitu keinginan yang kuat untuk berkarya. Dengan segala keterbatasan yang ada namun mampu melahirkan karya-karya yang dasyhat. Dan sekarang saatnya berkenalan? kamilah yang mereka sebut dengan"studio diskom".
*)Arif Ginanjar (http://killtody.carbonmade.com/)